KOREKSI24JAM.COM, INHIL – Ironi kembali mencuat dari dunia pendidikan tanah air. Sebuah madrasah ibtidaiyah negeri yang seharusnya menjadi contoh pengelolaan pendidikan berbasis dana negara, justru masih membebani orang tua murid dengan pungutan uang bangunan pada saat penerimaan siswa baru. Fakta tersebut terjadi di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Provinsi Riau.Senin (29/9/25)
Sekolah ini diketahui baru saja mendapatkan proyek pembangunan gedung baru yang menelan biaya fantastis. Dari data yang dihimpun, pembangunan gedung kelas jauh dua lantai dengan enam lokal di Jalan Subrantas, Tembilahan Hilir, menghabiskan anggaran sebesar Rp 3.034.498.267,43. Sumber dana berasal dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang proses lelangnya ditangani langsung oleh Kanwil Kementerian Agama.
Selain itu, bangunan lama MIN 1 juga sudah masuk dalam tahap lelang pada 21 Juli 2025, dan dimenangkan oleh kontraktor asal Labuhan Batu dengan nilai sebesar Rp 2.871.300. Dengan adanya pembangunan gedung baru dan dukungan penuh dari dana negara, seharusnya beban operasional sekolah bisa tertutupi tanpa harus menarik pungutan dari orang tua siswa.
Namun, kenyataannya berbeda. Dalam wawancara langsung dengan Kepala Sekolah MIN 1 Tembilahan, Masnadi, S.Pd.I, M.Pd, di ruang kerjanya di Jalan Perintis, ia mengakui bahwa pihak sekolah memang masih menarik uang bangunan dari orang tua siswa pada setiap penerimaan murid baru. “Iya, memang ada pungutan uang bangunan. Alasannya karena fasilitas sekolah masih dianggap tidak memadai untuk menampung seluruh siswa,” ujar Masnadi.
Padahal, MIN 1 Tembilahan saat ini memiliki jumlah siswa yang tidak sedikit, yakni mencapai 1.036 siswa. Sebagai sekolah negeri, pembiayaan operasional juga mendapat dukungan penuh dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan besar: apakah pungutan uang bangunan yang dibebankan kepada orang tua siswa sah secara regulasi, atau justru melanggar aturan yang menegaskan bahwa sekolah negeri tidak boleh melakukan pungutan di luar ketentuan pemerintah?
Kebijakan ini tentu menuai sorotan dari para wali murid. Mereka merasa terbebani karena selain membeli seragam baru, setiap tahun ajaran baru juga diwajibkan untuk membayar uang bangunan. Padahal, pembangunan fisik sekolah jelas-jelas dibiayai penuh dengan uang negara melalui SBSN.
Kasus ini membuka kembali diskursus lama tentang transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran pendidikan, terutama di sekolah negeri yang notabene sudah dibiayai dari berbagai sumber dana pemerintah. Jika pungutan uang bangunan ini terus dibiarkan, maka akan menambah deretan praktik pungutan liar (pungli) yang kerap mencederai dunia pendidikan di daerah.
Pihak terkait, dalam hal ini Kementerian Agama dan Pemerintah Kabupaten Inhil, diharapkan segera turun tangan untuk melakukan evaluasi. Sebab, pendidikan seharusnya tidak menjadi beban tambahan bagi orang tua, terutama di tengah kondisi ekonomi yang kian sulit.
FOLLOW THE Koreksi 24jam.com AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow Koreksi 24jam.com on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram